Melawan Corona: Taklukkan Cemas dengan Cerdas

Di otak manusia ada satu perangkat yang terkait dengan fungsi cemas yakni amygdala. Amygdala merupakan bagian otak yang terikat pada rasa takut dan pendeteksi adanya bahaya. Pencitraan otak pada gangguan kecemasan menemukan adanya aktivitas berlebihan pada bagian tersebut. Ketika seseorang menghadapi ancaman, amygdala seoalah sebagai alarm yang membuat seseorang bereaksi. Reaksinya hanya ada dua fight (melawan) atau flight (melarikan diri). Selain amygdala ada perangkat otak yang lain sebagai pusat pertimbangan, kearifan dan logika yakni pre frontal cortex. Karena itu agar pesan sampai ke pre frontal cotex sebaiknya pesan itu tidak berupa “ancaman”.

Lalu apa kaitannya dengan virus Corona? Berita tentang Corona telah menjadi ancaman bagi amygdala. Bila seseorang tidak memiliki ketahanan mental yang memadai bisa menjadi pencetus munculnya gangguan kecemasan yang bersifat patologis (tidak normal). Mereka bereaksi secara berlebihan karena menganggap semua stimulus sebagai ancaman. Bahkan memikirkan yang belum tentu terjadi saja bisa memicu kerja system saraf simpatis untuk bekerja lebih keras, akibatnya detak jantung meningkat, tekanan darah naik dan otot menjadi tegang bahkan bisa memicu zat toksik yang mempercepat peradangan.

Beberapa kriteria di bawah ini menunjukkan seseorang mengalami gangguan kecemasan umum sesuai kriteria Diagnostic and Statistical Manual Of Mental Disorder (DSM 5) antara lain:

• Rasa cemas dan khawatir yang berlangsung sepanjang waktu selama minimal 6 bulan
• Rasa khwatir yang sulit dikendalikan
• Keluhan dan geala tersebut menyebabkan gangguan dalam beraktivitas.
• Keluhan tidak didasari oleh penyakit atau kondisi kesehatan khusus.
Selain gejala di atas, gangguan kecemasan umum juga ditandai dengan minimal tiga gejala berikut
• Merasa gelisah, tidak bersemangat seolah tersudut
• Merasa lelah (tidak sebanding dengan aktivitas)
• Mudah tersinggung
• Meningkatnya ketegangan otot
• Mengalami gagguan tidur (termasuk sulit tidur atau selalu iingin tidur)

Apa yang bisa kita lakukan untuk menolong diri sendiri menghadapi kecemasan?

Otak kita punya cara kerja yang unik. Ia akan menggiring kita pada data dan fakta yang kita yakini atau kita takutkan. Misalnya kita sudah mempersepsi Corona sebagai hal yang bahaya, tanpa kita sadari pikiran kita, perilaku kita akan didorong untuk mencari informasi yang pro persepsi kita dan mengabaikan sisi lain yang harusnya menjadi keseimbangan. Oke, memang Corona berbahaya, tetap bukan berarti tidak bisa dicegah dan disembuhkan. Kuncinya adalah menyediakan diri untuk membuka pikiran menerima informasi yang berimbang bukan hanya yang kita yakini saja. Cari tahu dari sumber yang jelas dan bertanyalah pada orang yang berkompeten. Jadilah penyaring informasi yang “cerdas’. Jangan diterima begitu saja bila pemberi informasi bukan orang yang kredibel atau bukan ahlinya.

Semakin kita stres dan cemas semakin melemahkan kekebalan tubuh. Mari kita tetap waspada tanpa harus cemas berlebihan. Bila memang merasa ada yang “tidak beres” dalam tubuh kita segeralah ke dokter. Bila gangguan cemas sudah mengganggu fungsi peran, fungsi social bahkan melemahkan ketahanan tubuh datanlah ke dokter, psikolog dan psikiater. Jangan lupa terus memohon pada Allah S.W.T agar diberikan kesehatan lahir dan batin, dihindarkan dari segala musibah dan diberikan kearifan serta kedamaian hati. Teruslah berfikir positif dan tetaplah sehat. Karena sehat itu pilhan dan bahagia itu keputusan.

Writer: dr. Ida Rochmawati, M.Sc., Sp.KJ (Psikiater di RS PKU Muhammadiyah Wonosari Gunungkidul dan di RSUD Wonosari Gunungkidul. Dan juga aktivis IMAJI yang bergerak di bidang kesehatan jiwa dan pencegahan bunuh diri)

Facebook Comments
Top