Mengapa Seseorang Punya Pikiran untuk Bunuh Diri?

“Bagaimana mungkin ia mati setragis itu, padahal kemarin ketemu masih ketawa ketawa. Lagian, orangnya ramah dan ceria. Nggak mungkin banget dia depresi.”

Seringkali kita tidak habis pikir mengapa sosok yang nampaknya bahagia, ramah dan ceria bisa mengakhiri kematian dengan cara bunuh diri. Mungkin dalam benak sebagian orang mereka yang melakukan bunuh diri adalah sosok kebalikannya. Ada baiknya kita memahami suicidal thougt atau pikiran bunuh diri.

Keinginan atau pikiran untuk bunuh diri bisa terlintas di benak siapa saja. Mungkin saat itu seseorang berada dalam kerangka berpikir yang kacau. Ia merasa tidak lagi mampu mengatasi situasi-situasi tertentu. Kondisi ini bisa disebabkan gangguan mental emosional seperti depresi, atau karena stressful event yang terjadi dalam suatu fase kehidupannya. Stressful event adalah satu titik terendah dalam kehidupan seseorang dimana ia merasa sangat menderita dan merasa tidak punya alasan lagi mengapa harus tetap hidup.

Dalam bukunya Why People Die by Suicide, Dr. Thomas Joiner (profesor psikologi ahli bunuh diri dari Robert O. Lawton di Florida State University) menjelaskan bahwa mereka yang bunuh diri tidak hanya memiliki keinginan untuk mati, tetapi juga telah melampui nalurinya untuk bertahan hidup. Teori ini menjawab pertanyaan mengapa orang yang memiliki problem psikologis ada yang tetap bisa bertahan, sementara yang lainnya meninggal karena bunuh diri.

Menginginkan kematian ada dua pengalaman psikologis:

1. Persepsi menjadi beban bagi orang lain (perceived burdensomeness).

Mereka yang ingin bunuh diri seringkali percaya bahwa mereka telah menjadi beban bagi lain. Ia percaya semua orang akan lebih baik jika dia tidak ada. Dengan kata lain, dalam pikiran orang yang ingin bunuh diri, mereka mempraktekkan ketulusan yang tidak mementingkan diri sendiri. Kata “dirasakan” ditekankan karena seringkali pikiran ini secara signifikan terdistorsi oleh depresi atau gangguan mental lainnya.

2. Thewarted of belonginess (kepemilikan yang digagalkan).

Menurut teori tersebut keinginan untuk mati adalah pemutusan hubungan sosial dengan sesuatu yang lebih besar dari dirinya sendiri. Sebagai manusia, kita punya naluri dan kebutuhan untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Bagi sebagian orang, hubungan yang dimaksud sebatas hubungan intens dengan seseorang dan bagi yang lain hubungan berarti jaringan sosial yang luas. Manusia memiliki naluri kepemilikan terhadap suatu hubungan. Baik hubungan personal, kelompok ataupun jaringan sosial yang luas. Pada saat tertentu ada titik terendah seseorang ingin melepaskan status keterhubungannya dengan orang lain atau jaringan.

Hal inilah yang kemudian membuat mereka menarik diri. Misal seseorang yang kehilangan pasangan, anak-anak, kolega, dan teman karena kematian, perceraian, perpisahan, pindah rumah, PHK, atau konflik, mereka dapat mengalami tekanan mendalam yang dapat mengarah pada keinginan untuk mati. Mereka berfikir untuk apa meneruskan hidup, jika hidup tidak lagi terhubung dengan orang lain atau situasi yang menjadikan alasan untuk terus melanjutkan hidup. Menarik diri secara sosial tidak selalu ditandai dengan perilaku depresi atau temperamental.

Suicidal thought (pikiran bunuh diri) tidak selalu berlanjut dengan bunuh diri. Dengan mengenali pikiran bunuh diri diharapkan seseorang dan orang dekatnya bisa segera menolong.

Beberapa gejala umum pada seseorang yang punya ide bunuh diri adalalah:

1. Sering membicarakan tentang kematian dan mengungkapkan penyesalan tentang hidup bahkan sering memberi nasihat tentang kehidupan. Termasuk ucapan yang mengarah pada perpisahan seperti mengucapkan selamat tinggal kepada orang-orang seolah itu adalah momen terakhir untuknya. Cara mengungkapkan tidak selalu dalam bentuk kesedihan tetapi kadang juga dalam bentuk gurauan.

3. Perubahan pola tidur dan mengisolasi diri

4. Mengalami gejala kecemasan, serangan panik dan berperilaku tidak tenang (mondar, mandir, meremas-remas tangan dan sebagainya, nampak gelisah).

5. Mengkonsumsi obat dan alkohol berlebih serta terlibat dalam perilaku berisiko, seperti mengemudi sembarangan atau hal-hal yang membahayakan lainnya.

6. Mengalami gangguan konsentrasi.

WASPADAI PERUBAHAN EMOSI, PERILAKU DAN UCAPAN YANG TIDAK BIASA. BOLEH JADI HAL ITU ADALAH ISYARAT BUNUH DIRI!

Perlu diingat orang yang punya pikiran bunuh diri tidak selalu melakukan tindakan bunuh diri. Apalagi bila ia sudah pernah melakukan percobaan bunuh diri dan memiliki riwayat keluarga yang bunuh diri, risiko benar benar bunuh diri menjadi lebih besar. Kepedulian kita menyelamatkan mereka.Karena bunuh diri sekali lagi bukan tujuan. Bunuh diri adalah cry for help untuk menghentikan nyeri tak bertepi.

Menyelamatkan satu nyawa sama berharganya dengan menyelamatkan seluruh umat manusia….

Disarikan dari berbagai sumber diantaranya, Sally Spencer-Thomas, PsyD, Understanding the Suicidal Mind, IRMI, 2020 dan WHO Suicide Prevention.

***

Day 3 (Sepuluh hari tentang suicide, dalam rangka Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia, 10 September 2020)

Oleh: Ida Rochmawati

Facebook Comments
Top